Indahnya Memaafkan

1 min read

Jum’at, pukul 12. 00:
Di masjid sebelah kantor, saya menyimak dengan seksama seorang khotib berceramah perihal kesabaran seorang Nabi Ayyub ‘alaihissalam.
Fragmen kehidupan yang mengajarkan bagaimana menyikapi suatu ujian tanpa harus berteriak lantang “Engkau begitu kejam Tuhan, mengapa?”
Karena kesemuanya, didasari kesadaran dan ketundukan, yang menciptakan kata kesabaran tiada mempunyai garis batas hingga “Sang Pembuat Mekanisme Ujian” memisahkan antara ruh dan jasad makhluk-Nya
Jum’at, pukul 12. 15:
Di tengah sholat jum’at, ditingkah bunyi syahdu imam sholat membacakan beberapa ayat al-qur’an, tiba -tiba cairan hangat memenuhi kelopak mata, entah mengapa…..
Jum’at, pukul 14. 00:
” Mas, minta tolong spanduknya diambilkan jam setengah tiga ya, sebab saya sudah balik ke lamongan. Kemarin kesepakatan pembuatnya harusnya spanduk itu tamat sebelum jum’at, tolong ya… ” nyaring terdengar bunyi salah seorang temanku dalam suatu kepanitiaan di ujung telepon
“Ok, Insya Alloh, nanti sepulang kerja saya ambil……” jawabku
Jum’at, pukul 15. 00:
“Maaf Mas, spanduknya belum jadi, nanti ya jam setengah lima, ini lagi banyak pesenan juga mas, gimana?” kata seorang perempuan umur tiga puluhan, isteri sang pembuat spanduk
Ini sudah yang kesekian kali pemesanan spanduk, di daerah yang sama, tidak sempurna waktu. Aku mengatur nafasku, mencoba untuk tidak marah, betapa pun rencananya sesegera mungkin saya berangkat naik bus ke lamongan.
“Ok mbak, saya tunggu hingga jam setengah lima, tapi tolong diantar ke kantor saya di alamat ini ” pintaku sembari menyodorkan selembar kertas yang berisi alamat kantorku
” Aku maafkan Ya Robb, sekalipun entah ini yang keberapa kali orang itu tidak menepati janjinya ” gumamku mencoba mengalihkan amarahku dengan doa-doa lirihku dalam perjalanan kembali ke kantor
Jum’at, Pukul 17. 00:
Hujan deras mengguyur kota surabaya, saya panik, hingga tiba-tiba HP ku berdering.
” Maaf mas, ini masih dalam perjalan, di sini hujan lebat, tungguin ya……” bunyi memelas isteri pembuat spanduk mengabarkan keterlambatan-untuk yang kesekian kalinya-mengantarkan spanduk
“Ok, gak papa mbak, saya tunggu….” jawabku mulai merasa iba
Jum’at, sesudah sholat maghrib:
Hujan masih begitu deras, memandikan bumi, saya semakin panik, bukan saja sebab spanduk yang belum datang, tetapi sebab jam segitu angkutan menuju ke terminal Oso Wilangun sudah tidak ada lagi, padahal malam itu saya harus tiba di lamongan untuk menyiapkan talkshow esok hari
Aku membuka mushaf-ku, membaca beberapa ayat suci al-qur’an untuk mengusir kepanikanku, bismillah……
” Ya ALLAH, andaikan saya tadi lapang dada memaafkan kesalahan si pembuat spanduk, maka tolonglah hamba-Mu ini dengan meredakan hujan ketika ini juga dan mudahkanlah saya untuk berangkat ke Lamongan… ” kembali do’a saya bumbungkan ke udara yang semakin dingin.
Ajaib, subhanallah…
Hujan seketika itu, reda. Sejenak lalu sang pembuat spanduk datang, dan sembari memohon maaf, ia menyodorkan spanduk pesanan kami
“Segala puji syukur bagi-Mu Ya Rabb, Tuhan sekalian alam… “
Fffiiuh…pantas ada sahabat di zaman Rasulullah SAW yang disebut oleh ia sebagai hebat nirwana hingga tiga kali, ternyata amalannya “hanyalah” setiap malam menjelang tidur ia memaafkan dosa-dosa orang yang mendzoliminya seharian itu
“Astaghfirullah… ” kalimat pendek yang menemani perjalanan malam itu ke kampung halamanku……



ditulis oleh M. Eko Awan Sabila dari milis motivasi

Jangan Jadi Gelas

Seorang guru sufi mendatangi seorang muridnya saat wajahnya belakangan ini ...

Read...

admin
1 min read