Karier seorang penulis umumnya diawali dari sebuah impian, sebuah fantasi, sebuah tujuan yang terlihat jauh di balik cakrawala. “Saya ingin jadi penulis novel.” “Saya ingin menerbitkan buku puisi.” “Saya ingin nama saya terpampang di layar sebagai penulis dongeng film.” Karier saya juga diawali dengan sebuah impian. Saya ingin membuat orang tertawa. Saya ingin menulis dongeng komedi.
Tetapi setiap penulis juga harus menyadari, bahwa ada harga yang harus dibayar untuk setiap tujuan yang hendak dicapai. Tiket masuk ke dalam sebuah harapan tidak ada yang gratis. Ada riset yang harus dilakukan, harus belajar, berlatih, berlatih, dan berlatih. Yang paling murah dan biasanya
paling cepat, jalan untuk mencapai semua keinginan itu ialah dengan membayar harganya secara penuh. Lakukan semua pekerjaan dengan sungguh-sungguh!
Saat saya tetapkan untuk menjadi seorang penulis komedi, saya ingin berguru dari seorang yang profesional. Bob Hope, saya pikir, mempunyai bahan-bahan yang mempunyai kegunaan dan paling sanggup dipelajari untuk tujuan analisis. Bahan-bahan komedinya yang lucu ada di koran dan murni humor. Tentu saja, Bob Hope ialah seorang pakar dalam membawakan banyolan yang dibawakan secara langsung, tetapi tetap saja ada humor yang sanggup dibaca dan dipelajari. Komik yang lain, menyerupai Jerry lewis juga lucu, tetapi lebih kepada kejenakaan untuk membuat suasana yang meriah. Di buku, bahan-bahan itu kurang begitu bermanfaat bagi para pelajar, dibandingkan menyerupai pada buku-buku komedi Bob Hope.
Jadi saya mempelajari komedi Bob Hope. Saya merekam monolog-nya di program televisi dan menyalin kata-katanya. Saya harus menganalisis bentuk-bentuk lawakan, susunan kata, ritme, pengaturan lelucon di dalam aliran, dan lain-lain. Kemudian, untuk sementara waktu saya mengesampingkan
monolognya. Dalam beberapa minggu, saya telah menentukan topik gres dari koran dan mencoba menulis sebuah humor dengan mempergunakan teknik yang saya pelajari dari monolog Bob Hope yang terbaru. Dengan mempergunakan teknik ini, Bob Hope dan para penulisnya menjadi mentor saya.
Dan ternyata cara itu membuahkan hasil. Saya berhasil menjadi penulis komik di koran lokal, lalu melanjutkan jenjang karier menjadi sorang staf di pertunjukan selingan di televisi.
Bahkan karenanya menjadi lebih berhasil lagi. Bob Hope menghubungi saya. “Saya sudah mendengar mengenai goresan pena anda dan berpikir kalau anda mau berbagi beberapa alur dongeng untuk saya tampil di Academy Awards. Tahun ini saya menjadi pembawa acaranya. Saya ingin tahu apakah humor buatan
anda sanggup membantu saya.” Ini ialah bab dari mimpi yang tidak berani saya bayangkan sebelumnya. Tetapi di sini tidak ada sesuatu yang mustahil. Saya membuka buku dan memegang pulpen di halaman belakang rumah, menulis beberapa ratus lelucon mengenai kondisi ketika ini ihwal bioskop, selebritis, dan segala sesuatu yang bekerjasama dengan piala Oscar. Secara alami, saya memakai metoda yang saya pelajari bertahun-tahun dari gaya banyolan Bob Hope.
Bob Hope mempergunakan sepuluh humor yang saya berikan pada casting televisi dan itu membuat saya sangat bangga. Hari berikutnya ia memanggil saya lagi dan berkata, “Saya suka tulisan-tulisan anda. Kelihatannya anda telah menulis materi komedi untuk saya sepanjang hidup saya.” “Benar Pak Hope,” kata saya. “Hanya bapak tidak mengetahuinya. ” Selanjutnya saya menjadi penulis tetap untuk Bob Hope.
* * * * *
Ada dua pelajaran yang berharga dari pengalaman ini, bahwa semua penulis sanggup berguru dan memperoleh wangsit dari : Pertama yaitu perjuangan yang harus dilakukan, biar setiap harapan dapat
terwujud. Impian ialah sumber kekuatan, hanya kalau harapan itu diwujudkan dalam penelitian, pembelajaran dan perjuangan yang tidak kenal menyerah. Hal yang kedua adalah: lakukan segala hal yang harus dikerjakan – dan tujuan anda akan sanggup diraih.
(Oleh Gene Perret)
Harga Sebuah Harapan
1 min read